Hipendis

http://sahabatmkaa.files.wordpress.com/2012/12/lomba-blog-hipendis.png

Senin, 13 November 2017

why must pare?

Pare, hmmm.. entah apa yang pertama kali kita pikirkan jika mendengar kata itu. Bagi masyarakat jawa timur dan sekitarnya, pere bukanlah daerah yang asing, karena disana hampir semua rumah telah di sulap mejadi tempat les bahasa inggris dan hampir semua orang yang datang kesana akan belajar bahasa inggris. berawal dari sebuah keisengan berbincang sama teman kosan ttg rencana liburan yang pengennya diisi dengan kegiatan positif, dia ngajak ke pare,, tempat yang asik buat belajar bahasa inggris, karena setiap hari kita dipaksa memakai bahasa inggris.. ya.. mau tidak mau..!
setelah mendengar semua pejelasannya, langsung aku putuskan untuk pergi ke pare. Setelah mengambil keputusan, birokrasi selanjutnya adalah laporan kepada ibu jenderal (mama). Awalnya aku berpikir akan kerja keras untuk membujuk mama, karena pare bukanlah jarak yang dekat..ternyata setelah dalam hati berdoa,, dengan mudah mama bilang "ya, terserah kamu klo kamu suka, ikut aja". Lho nah lho??!! lancar amat, kaya jalan tol.. setelah penasaran, aku tanya lagi kenapa SIM ke pare nya bgtu mudah? ternyata mama udah pernah liat liputan ttg pare dari transTv,, whuaaaaaaaa,, bukan kebetulan nih.. yeahhhhhh.. Finally aku bisa pergi sama teman kosanku..

eh,, beberapa hari kemudian, temanku malah membatalkan untuk pergi.. dziggg, kecewa berat bro! tadinya udah seneng, malah jadi gini. Akhirnya nekat buat pergi sndiri aja.. tapi karena emg bukan jalannya aku tuk sendiri (alaaah), aku crta k temen kampus dan kebetulan mreka juga mau kesana.. Ya sudahlah, memang hari keberuntunganku sepertiya:)
huuuftt, tnhks God!

Jumat, 14 Desember 2012

Mencoba menelaah.

Tak sengaja membuka-buka kembali file di Laptopku malam ini, tulisan tahun lalu.. Ya, tak kukira bisa sampai di 2012..


Jengah lelah dan rasanya ingin menyerah

Kenapa semuanya tidak seperti yang aku inginkan?
Apa doaku pagi ini ada yang salah??
Aku hanya ingin mempunyai hati yang melekat kepada Tuhan
Hanya itu
Tapi entah mengapa hal ini menjelma menakutiku
rasanya ada yang salah dengan lingkungan ini

Atau yang salah adalah diriku?
Rasanya sulit untuk menyelaminya
andai aku bisa mensinkronkan semuanya dengan kehendak ilahi
Apa yang menjadi responku terhadap keadaan akan sangat mempengaruhi akhir dari keadaaan
Memang sulit memahami orang lain, karena memahami diri sendiri aja sulit sekali.

Mencoba menelaah dan mencari arti dari semua ini
Apa yang membuat semuanya menjadi begitu sulit..


Entah ah,
Kuhela nafas berat, berharap oksigen yang memasuki paru-paruku bisa melegakan pikiranku
Semuanya ini tidak salah yang salah adalah bagaimana cara pandangku terhadap keadaan
Sang khalik sedang membuat situasiku tak nyaman,
Dia ingin membuat aku tahan uji ditengah setiap kondisi.
“Berjuanglah nak, Aku tahu kau bisa berespon baik dan benar dalam setiap keadaan. Kurangi perkataanmu  dan keluhanmu. Beranjaklah dan jadilah pribadi yang menyilaukan mata karena terangmu yang bersinar!”




Kamis, 17 November 2011

Mari Mewarnai Kehidupan ODHA!


Ada apa dengan saudaraku yang satu ini? Bukankah dulu dia adalah seorang yang sangat ceria dan selalu besemangat dalam hal apapun apalagi jika berbicara mengenai basket, olahraga yang paling dia senangi. Kini keadaannya sangat berbeda, dia menjadi seorang yang cenderung apatis dan selalu menyendiri. Sepupuku ini sepertinya sudah banyak sekali berubah setelah pertemuan kami yang terakhir yaitu tiga tahun yang lalu saat aku terpaksa pindah karena harus kuliah di Yogyakarta. Sebut saja namanya Angga, dia adalah sepupu dari pihak ayah dan usianya sama denganku, jadi dari SD sampai SMA kami selalu sekolah di sekolah yang sama. Kebersamaan kami yang hampir setiap hari membuat kami setidaknya lebih kenal satu sama lain. Sekarang, sepupuku telah mengalami banyak perubahan.
Keadaan Angga sekarang sepertinya lebih buruk, dari penampilan fisik dan sifatnya. Setiap bertemu, Angga terlihat lusuh dan badannya sangat kurus. Temperamennya mudah marah dan cenderung tidak peduli terhadap orang lain. Beberapa hari semenjak aku kembali ke Bandung, aku sering mampir ke rumah tante untuk mengunjunginya, tapi selama itu juga dia selalu punya kesibukan lain, sehingga aku belum bisa berbincang panjang lebar dengannya. Entah apa yang dia kerjakan di kamarnya satiap kali aku batal berbincang dengannya. Semakin hari rasanya kesabaranku semakin menipis, rasanya aku tidak dihargai. Padahal dulu kami sangat dekat, apa yang menjadi rahasianya, itu juga menjadi rahasiaku.
Aku memutuskan untuk bertanya kepada mama mengenai sikap Angga yang berubah, tapi anehnya respon mama seolah acuh tak acuh terhadap pertanyaanku. Sepertinya ada yang mengganjal pikirku. Aku mengatasi rasa penasaranku dengan bertanya lagi, kali ini aku bertanya kepada tante Ira, ibunya Angga. Aku mengungkapkan apa yang aku rasakan, perubahan Angga dan kebiasaan Angga saat ini. Tante Ira menjawabku dengan perlahan, intinya bahwa Angga telah terperosok kedalam dunia narkoba, mulai dari setahun yang lalu terjadi keganjalan-keganjalan dalam diri Angga. Perubahan itu dimulai dari sikap Angga yang sering diam di dalam kamar, meminta uang terus menerus dengan berbagai alas an, kemudian kebiasaan buruknya yang baru adalah pulang larut malam bahkan sering tidak pulang. Akhirnya tante Ira mengetahui semuanya saat merapikan kamar anaknya itu, setelah diinterogasi akhirnya Angga mengakui semuanya. Tante Ira kemudian menyuruh anaknya menghentikan kebiasaannya itu, Angga hanya mengangguk tapi di hari-hari berikutnya tidak ada perubahan sama sekali, justru semakin parah.
Setelah mengetahui keadaan Angga yang sebenarnya, kuputuskan untuk lebih memperhatikan dia. Kebetulan tiga hari berikutnya adalah ulangtahun Angga, aku putuskan memberinya kejutan kecil. Aku mengetuk kamarnya dan membawa cup cake yang diatasnya sudah aku taruh sebatang lilin kecil. Aku juga tidak lupa membawa hadiah. Aku membelikannnya bantal berbentuk bola basket untuk mengingat masa kejayaannya waktu di SMA dulu saat memenangkan turnamen-turnamen. Saat dia membuka pintu, dia kemudian sedikit terkejut dan segera menghela nafas panjang. Aku segera menyuruhnya membuat permohonan dalam hati kemudian meniup lilinnya. Setelah itu, dia mengiznkanku masuk.
 Saat itu dia segera memelukku dan berkata, “Maaf  ya Va, kalau selama ini aku cenderung seperti gak peduli sama lo”
Aku hanya mengangguk tanda memaafkan kesalahnnya.
“Udah ah, mellow gini. Aku kan mau makan kue bareng kamu aja!” ucapku sambil menaruh kue.
Kami kemudian berbincang banyak mengenai perkukuliahanku dan aku juga banyak bertanya mengenai kegiatannya tapi aku belum berani menanyakan masalah narkoba itu kepadanya. Kami berbincang dengan antusias dan saking bersemangatnya aku sampai-sampai tersedak. Segera kuraih gelas berisi teh hangat di kamarnya. Kemudian tiba-tiba Angga menanyakan sebuah pertanyaan.
“Seandainya aku HIV/AIDS kamu bakalan tetap minum pake gelas itu ga?”
“Ah, tenang aja aku udah vaksin HIV kok dulu” ucapku dengan tampang serius.
“Apaan, mana ada vaksin HIV/AIDS!?”
“Ada, makannya banyak baca koran!” ucapku sambil menepuk pundaknya.
“Haha, koran mah udah jadi cemilan aku pagi-pagi. Eh, tapi kamu harus tahu Va, kalau aku beneran terjangkit HIV/AIDS.”
“Serius, Ga?” ucapku pelan.
“Kalau seandainya bener, kamu masih mau ga ketawa-ketawa sama aku kaya gini? Hahaha.” Ucapnya sembari tertawa yang memaksakan.
“Haha, gimana yah? Anggap ajalah aku mau, hehe.Eh, Ga, yang tadi itu aku becanda kali bro. Lagian HIV/AIDS kan ga nular dari air liur tapi dari luka terbuka.” Ujarku memaparkan seolah tak mau kalah.
“Oh, ya aku lupa kamukan calon perawat! Masalah beginian mah udah biasa ya?”
“Ga juga sih, aku kan masih mahasiswa juga jadi belum terlalu ngerti.” ucapku sedikit merendah kepada sahabatku yang paling ganteng ini.
“Ya, ya, ya, aku paham. Tapi kalau seandainya aku beneran HIV/AIDS gimana, Va?” tanyanya perlahan.
Aku tahu ini mulai serius, jujur sebenarnya aku sangat terkejut dan sempat membenci dia, mengapa dia bisa sampai mengalami hal itu tapi sebisa mungkin aku berusaha tenang.
“Yaelah, aku tau jawaban kamu, Va. Besok atau hari-hari lain pasti kamu gak akan pernah mau nemuin aku lagi?!” ujarnya dengan nada sedih.
“Nggak koq, Ga. Kamusalah total. Justru aku pengen semakin sering ketemu kamukarena aku sayang sama kamudan kamuadalah sepupu aku yang paling dekat.”
“semoga ucapan kamubukan hanya klise, Va. Udah banyak yang ngomong kaya gitu ke aku tapi ujungnya pada ngilang gitu aja.” Angga berucap sembari menundukkan kepalanya.
“Aku berusaha buktiin deh nanti. Memangnya sejak kapan, Ga?”
“Hufth, bentar. Kamu lihat ini aja biar lebih jelas.”  ucap Angga sembari memperlihatkan buku agenda yang berisi catatan singkat mengenai hidupnya.
Aku membuka agenda itu lembar demi lembar, Angga menuliskannya hanya sekilas saja dan yang menjadi poin penting adalah waktu dan kejadiannya. Kesimpulannya, Angga tahu bahwa dia terjangkit HIV/AIDS kurang lebih empat bulan yang lalu setelah dia memeriksanya ke sahabatnya yang mempunyai profesi seorang dokter. Aku bisa lihat catatan pengeluaran keuangan yang Angga gunakan untuk membeli ARV dan mendapat CST yang merupakan suplemen utama bagi penderita HIV/AIDS untuk tetap dapat bethana hidup.
“Gimana, Va? Kamu masih mau mengunjungi aku setelah tahu kenyataannya?” ujar Angga dengan nada putus asa.
“Pasti, Aku rasa yang seharusnya nanya itu aku deh. Kamu masih mau kan aku kunjungi, Ga?”
Angga tersenyum dan mengangguk perlahan.
“Kalau boleh tahu, kenapa sih kamu mau peduli ma aku? Karena profesi kamunanti sebagai perawat ya?” ujarnya setengah menyelidiki.
“Haha, bisa aja lo! Gak lah, kalaupun aku bukan mahasiswa keperawatan, aku bakal tetap peduli sama lo. Why? Soalnya menurut aku ODHA justru orang-orang yang kuat, kalian bisa bertahan meski mungkin orang-orang udah bener-bener menjauhi kalian. Masalah yang berat dipercayakan kepada orang yang punya kapasitas untuk nanggung itu. Pada dasarnya manusia itu makhlik sosial, Ga. Ingatkan pelajaran sosiologi waktu kita SMA? Hehe. Jadi ga semua orang juga menjauhi ODHA, banyak juga yang peduli. Selama kita menerima oranglain apa adanya, yakinlah bahwa mereka juga menerima kita apa adanya. Gitu lho, Mas. Hehe.”
Kami pun tersenyum dan bercerita banyak hingga pagi menjelang. Senang rasanya bisa merasakan bahwa dia menerima keberadaanku. Aku yakin Tuhan itu tidak sembarangan menempatkan kita untuk berada di suatu tempat, pasti ada rencana indah untuk kita. Salah satunya untuk membuat hidup oranglain menjadi lebih bermakna. Banyak hal baru yang aku pelajari darinya, dia begitu kuat menghadapi kenyataan meski tidak jarang dia merasa lelah karena harus selalu memastikan teapi ARV yang dia jalani lengkap. Hal yang sering membuatnya terjatuh adalah bagaimana dia memaknai setiap perlakuan orang lain terhadapnya. Saat ini hanya orang terdekatnya yang mengetahui bagaimana keadaan sebenarnya.
Waktu berlalu begitu cepat, sudah empat tahun berlalu dan dia berteman dengan penyakitnya. Sekarang dia sudah dengan lantang mampu mengatakan bahwa dia mengidap HIV/AIDS, tidak main-main dia kini telah menjadi orang terdepan yang mengatakan kepada pada pemuda dan orang-orang yang mengidap HIV/AIDS bahwa mereka adalah orang yang berharga. Masih banyak orang yang peduli terhadap mereka, bahkan di media internet saja kita bisa menemui banyak orang yang peduli terhadap HIV/AIDS. Website  www.aids-ina.org  adalah contoh website yang memuat nama-nama LSM di setiap provinsi di Indonesia, dalam satu provinsi saja ada ratusan LSM. LSM bisa menjadi sarana untuk menolong orang lain dan berbagi dengan sesama ODHA. Selain LSM, pemerintahpun tak mau ketinggalan untuk membantu penanganan HIV/AIDS, pemerintah membentuk suatu badan yaitu KPA (Komisi Penanggulan Aids) yang menggambarkan betapa seriusnya pemerintah dalam menangani masalah ini apalagi di daerah yang padat pneduduknya. Kini karena perjuangannya, Angga mempunyai banyak saudara baik kalangan ODHA maupun orang-orang biasa yang merupakan keluarga dari ODHA. Angga bertekad agar orang-orang yang dia cintai tidak terkena penyakit yang sama. Semoga saja Angga selalu memiliki pemikiran positip.